Istilah kapak persegi pertama kali diberikan oleh Dr. von Heine Geldern karena penampang lintangnya yang berbentuk persegi panjang atau trapesium. Kapak persegi memiliki berbagai ukuran. Kapak persegi ukuran besar sering disebut juga dengan beliung persegi. Beliung persegi sering juga disebut sebagai cangkul. Ukuran yang kecil biasanya disebut tarah atau tatah. Alat ini berfungsi sebagai alat pahat atau alat untuk mengerjakan kayu.
Jenis peralatan ini umumnya terbuat dari batu chalcedon yang memiliki sifat keras. Kapak persegi tidak lagi hanya sekadar digenggam, tetapi sudah diberi tangkai kayu. Pemakaian tangkai memberi dampak pada kekuatan yang lebih besar dalam penggunaannya.
Penyebaran kapak persegi melalui jalur barat. Daerah penyebarannya, yaitu dari tenggara Semenanjung Malaka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, hingga Maluku. Peralatan ini dimungkinkan berasal dari Asia Daratan. Daerah pembuatan kapak persegi ditemukan di Lahat, Bogor, Sukabumi, Karawang, Tasikmalaya, Pacitan, dan lereng selatan Gunung Ijen.
Kapak lonjong
Kapan lonjong memiliki bentuk umum lonjong dengan pangkal agak runcing dan melebar pada bagian tajamnya. Bagian tajamnya diasah dari dua arah, sehingga menghasilkan bentuk tajaman yang simetris. Bentuk penampang lintangnya, seperti lensa, lonjong, atau kebulat-bulatan. Kapak ini terbuat dari batu kali yang berwarna kehitaman. Kapak lonjong memiliki dua ukuran utama, yaitu kapak lonjong ukuran besar (walzenbeil) dan kapak lonjong ukuran/kecil (kleinbeil). Kapak lonjong yang berukuran kecil kemungkinan berguna sebagai benda wasiat.
Kebudayaan kapak lonjong dikenal juga dengan Neolitikum Papua. Hal tersebut disebabkan daerah penemuannya, terutama di Papua (dahulu Irian Jaya). Kapak lonjong juga ditemukan di daerah Seram, Gorong, Tanimbar, Letti, Minahasa, dan Serawak.
Penyebaran kapak lonjong dilakukan melalui jalur timur, yaitu dari Jepang, Formosa, dan Filipina hingga Minahasa. Adapun daerah penemuan kapak lonjong di Indonesia, hanya terbatas di daerah bagian timur, yaitu Sulawesi, Sangihe Talaud, Flores, Maluku, Leti, Tanimbar, dan Papua.
Pada zaman Neolitikum telah ditemukan hasil-hasil kebudayaan lain yang pengerjaannya sudah halus. kebudayaan tersebut, seperti perhiasan dan gerabah. Pada zaman ini selain memanfaatkan batu sebagai hasil kebudayaannya, masyarakatnya juga membuat peralatan dengan bahan dasar tanah liat, meski pengerjaannya masih sederhana.
Peralatan dari tanah liat yang dihasilkan pada zaman Neolitikum adalah gerabah. Teknik pembuatan gerabah masih sederhana, yaitu hanya dengan tangan dan belum menggunakan roda pemutar seperti sekarang. Pembuatan gerabah sudah melalui proses pembakaran. Contoh bentuk-bentuk gerabah, antara lain kendi, periuk, dan manik-manik. Hasil kebudayaan lain pada zaman Neolitikum berupa perhiasan. Perhiasan yang ditemukan umumnya terbuat dari batu, baik batu biasa maupun batu berwarna atau batu permata. Perhiasan terkadang juga terbuat dari kulit kerang.
Pada zaman Neolitikum juga sudah mengenal pembuatan tembikar. Pada masa ini, pembuatan tembikar mengalami kemajuan dikarenakan masuknya kebudayaan Cina. Manusia prasejarah menggunakan tembikar untuk keperluan perwadahan sehari-hari dan menyimpang tulang belulang. Banyak tembikar yang dihiasi dengan motif hias berunsur magis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar